Senin, 11 Agustus 2008

8 Etos B2W

8 ETOS B2W

1. B2W adalah Rahmat :
Aku ber-B2W dengan penuh syukur karena tidak semua orang punya kesempatan/fasilitas untuk ber-B2W

2. B2W adalah Amanah :
Aku ber-B2W dengan tertib dan penuh tanggung jawab mengurangi polusi dan bising

3. B2W adalah Panggilan :
Aku ber-B2W dengan Misi hidup sehat, kuat, hemat, dan mengurangi polusi.

4. B2W adalah Aktualisasi :
Aku ber-B2W untuk pengembangan potensi diri yang sehat, kuat, dan banyak teman.

5. B2W adalah Ibadah :
Aku ber-B2W mengajak orang hidup sehat, ceria, hemat, terbebas dari macet, dan mengurangi polusi adalah Ibadah

6. B2W adalah Seni :
Aku ber-B2W selalu mencari jalan kecil/jalan alternatif yang sepi dari kendaraan bermotor dan bebas polusi. Juga seni bersepeda adalah bebas macet, dan tidak

memerlukan BBM.

7. B2W adalah Kehormatan :
Aku ber-B2W dengan cita-cita yang luhur, mengurangi polusi, hemat BBM,  badan sehat & kuat.

8. B2W adalah Pelayanan :
Aku konsisten ber-B2W dengan kerendahan hati, membantu  & menyemangati rekan-rekan yang ingin ber-B2W

Terinspirasi dari mari neh:
8 ETOS KERJA PROFESIONAL, navigator Anda menuju sukses.
by : Jansen H. Sinamo

Jumat, 25 April 2008

Jalur XC di Tengah Kota


Alkisah, suatu saat sedang mampir ke sebuah toko sepeda di bilangan arteri Pondok Indah, saya berkenalan dengan Pak Sugiarto yang sedang menservis sepedanya. Ngobrol punya ngobrol, ternyata beliau juga penggiat B2W dari Fatmawati ke kantornya di Deperindag, Gatot Subroto dengan frekuensi dan jadwal yang sama dengan saya. Akhirnya kami pun bertukar nomor hp serta membuat janji untuk berangkat bersama. Pak Sugiarto menjanjikan saya rute yang menarik sejak berangkat dari perempatan Fatmawati hingga sampai di jalan Gatot Subroto. Menurutnya, kita bisa menemukan jalur-jalur XC (Cross Country), DH (Down Hill), bahkan Single Track di tengah kota! Tidak hanya itu, beliau juga akan menunjukkan hal-hal yang menurutnya saya pasti belum pernah melihatnya. Hmmm… Oom Sugi ini bikin penasaran saja.

Akhirnya suatu Senin kami pun bertemu sebelum berangkat bersama di kawasan perempatan Fatmawati. Rute awal kami masih biasa-biasa saja, namun sejak di Cilandak Tengah (belakang Citos) sudah keluar masuk gang. Di suatu mulut jalan kecil di 'pedalaman' Cilandak, saya mencium aroma sedapnya ayam panggang. Pagi-pagi sudah ada yang memanggang ayam? Benar saja, di pinggir jalan kecil tersebut tampak seorang bapak sedang mengipas-ngipas panggangan. Setelah didekati, ternyata bapak tersebut sedang membuat ayam panggang ala rumah makan Minang.


Aroma panggang ayam yang maknyuss tersebut memaksa saya yang belum sarapan berhenti untuk sekadar bertanya-tanya. Bapak tersebut ternya ta sedang membuat ayam panggang untuk dibuat menjadi paket katering kantoran. Lucunya, meskipun panggang ayam tersebut adalah gagrak Minang, si Bapak yang bernama Wilson ternyata asli Minahasa! Ah, kita kan Bhinneka Tunggal Ika... Apapun asal dan latar belakang kita, minumnya... –eh-, kita semua satu bangsa dan doyan semua masakan dari Sabang sampai Merauke (halah! Kok ngaco begini?)


Lanjut lagi... Oom Sugi mengajak saya menyeberangi jalan Arteri menuju area Kemang. "Ah, ini mah jalur saya sebelumnya", pikir saya. Baru masuk jalan Kemang Raya, Oom Sugi sudah mengajak saya menyeberangi padatnya jalan Kemang Raya, memasuki sebuah jalan kecil. Nah, yang ini belum saya belum pernah lewati. Mblasak-mblusuk di tengah-tengah perumahan mewah di pedalaman Kemang, oom Sugi kemudian berkata kepada saya, "Siap-siap, Vo! Kita down hill!!!". Halah! Mana ada trek down hill di tengah-tengah perumahan mewah begini, pikir saya. Belum lagi menemukan treknya, oom Sugi sudah berteriak lagi, "Jalur ini cuma bisa dilewatin sama pejalan kaki dan sepeda! Motor aja ngga bisa, soalnya di bawah nanti ada jalur XC dan single track sempit banget!". Mana? Mana???? Saya makin penasaran. Benar saja. Baru saja melewati jalan kecil yang kanan-kirinya rumah-rumah mewah, ternyata ada sepotong jalan semen menurun agak curam dan panjang.


Walah! Asik juga! Mana jalannya rusak lagi… Bisa down hill sambil ajrut-ajrutan! Kok bisa ya si oom Sugi ini nemu jalan begini? Trus, mana XC-nya? Mana single track sempitnya??? Belum habis saya bertanya-tanya dan menikmati turunan tersebut, di ujung turunan sudah menyambut jalan setapak yang di bagian kirinya dinding tembok, dan di sebelah kanan kebun pisang luas. Hah! Di tengah-tengah Kemang ada beginian??? 34 tahun saya hidup di Jakarta, di daerah pejaten pula, tapi belum pernah menemukan tempat begini! Hebat nih si oom Sugi! Ini toh cross country di tengah kota... Belum juga trek pendek itu habis, oom Sugi sudah teriak lagi. "Siap-siap single track!!!", serunya. Mana single track-nya? Koq ngga kelihatan? Cuma ada dinding tembok menghadang di depan kita. Oalaaaa!!!! Ternyata di tengah-tengah dinding tersebut terdapat gang sangat sempit nan gelap yang hanya bisa dilalui satu sepeda saja! Ini toh single track-nya... Hahahaha!!!


Keluar dari "single track" tersebut, kami menghadapi tanjakan aspal yang cukup panjang hingga tembus ke jalan Kemang Timur yang berujung di Jalan Buncit Raya, persis di sebelah Wisma Basmar perempatan Duren Tiga. Oom Sugi kemudian mengajak untuk menyeberangi jalan Buncit untuk kemudian masuk lagi ke sebuah jalan kecil di Mampang Prapatan. Menurutnya, lebih baik untuk bersepeda melalui rute-rute seperti ini daripada sepanjang jalan rute B2W hanya jalan raya terus menerus. Benar juga. Kita dapat melepas masker untuk menghirup udara yang polusinya lebih sedikit. Sambil tersenyum, oom Sugi kemudian berkata lagi, "Siap-siap untuk single track lagi sampai tembus ke belakang gedung Transtv!". Asiiikkk!!! Sudah tahu deh apa yang dimak sud dengan single track... Dan....., benar saja. Oom Sugi mendadak belok masuk ke halaman rumah orang! Wah, mampir rumah siapa nih, pikir saya. Eh, ternyata di halaman rumah tersebut terdapat gang sempit yang berbelok-belok. Hmmm...menarik nih. Gang seperti inilah yang terkenal dengan sebutan jalan "misbang" alias sebentar-sebentar harus bilang, "Permisi, baaang...".

Selama 10 menit berikutnya, rute di pedalaman Mampang Prapatan ini terus menerus berupa jalan kecil dengan diselingi keluar masuk "single track" ala oom Sugi. Aldy, seorang teman B2W se-rute dengan saya yang kemudian saya perkenalkan dengan rutenya oom Sugi di kemudian hari terkagum-kagum dengan rute tersebut. Lucunya, setiap masuk ke "single track", komentar Aldy selalu sama; "Yo'i, oom!", atau "Sedap nih jalannya, oom!". Begituuuu terus... Hahaha!!!! Balik lagi ke rutenya oom Sugi. Suatu saat di sebuah "single track" pedalaman Mampang Prapatan tersebut, oom Sugi mendadak berhenti untuk kemudian berkata, "Vo, pasti belum pernah lihat yang seperti ini kan?" sambil menunjuk ke sebelah kanannya, di mana terdapat sebuah kandang sapi. Saya bilang, ini kan kandang sapi biasa, oom Sugi? Kata oom Sugi, "bukan kandang sapinya, Vo! Lihat sebelah sapinya." Di kandang sapi yang sama, terdapat 2 ekor sapi ukuran 600-an kuintal, dan sebuah baskom di atas meja di mana di sebelahnya terdapat sebuah panci besar di atas kompor yang menyala. "Apa ya ini?", Pikir saya. Di sebelah panci tersebut terdapat seorang bapak-bapak yang sedang membulat-bulatkan gumpalan daging cincang yang dicampur dengan tepung. Bulatan berbagai ukuran tersebut kemudian dicemplungkan ke dalam panci yang ternyata berisi air mendidih. Oalaaa!!!! Bapak tersebut ternyata sedang membuat BAKSO!!! Benar-benar sebuah pengalaman yang langka bagi saya untuk melihat proses pembuatan bakso tersebut. Benar-benar menyenangkan!


Sambil terkekeh melihat ekspresi kagum saya yang belum hilang, oom Sugi kemudian mengajak untuk melanjutkan perjalanan. Namun sebelumnya dia bilang, "Lewati rute ini terus, Vo. Nanti Rivo akan punya kesempatan untuk bisa lihat semua proses pembuatan bakso tersebut mulai sejak sapinya dipotong dan diolah menjadi daging giling, hingga menjadi bakso matang". Sungguh menarik...Kemudian lanjutlah kami mengayuh sepeda hingga kemudian tampak puncak gedung Transtv di kejauhan. Wah, sudah hampir sampai di ujung wisata sepeda dalam kota nih, pikir saya. Sambil sightseeing kanan dan kiri. Mulai banyak pekerja yang baru keluar rumah atau kos-kosan mereka untuk berangkat beraktivitas.


Sudah selesai? Ternyata belum! Sebuah pemandangan unik menarik perhatian saya dan memaksa saya berhenti untuk mengambil foto. Di tengah-tengah belantara kepadatan pemukiman dengan gaya modern di pedalaman Mampang Prapatan, terdapat sebuah oase berupa rumah asli betawi yang meskipun sudah banyak sentuhan modern-nya, tetap masih terlihat kecantikan bentuk aslinya. Mengagumkan! Meskipun bentuk rumahnya kuno, namun terdapat 4 buah mobil model cukup baru terparkir di halaman dan garasinya. Rumah tersebut ditinggali oleh Haji Ahmadi beserta keluarganya, yang pagi itu memberikan izin bagi saya untuk mengambil foto kediamannya. Hmmmm.... Benar-benar menarik!


Ternyata tidak habis-habisnya saya menemukan hal baru di tempat yang sesungguhnya bisa saja sejak lama saya lewati, namun tidak pernah saya lewati. Akhirnya setelah kembali sedikit melewati "single track", oom Sugi dan saya sampai ke jalan raya Gatot Subroto. Oom Sugi pamit kepada saya seraya menunjuk ke gedung di seberang jalan. "kantor saya di situ, Vo. Untuk bisa sampai di situ, saya masih harus lewati tanjakan terjal dan turunan yang cukup ekstrem." Wah, di mana lagi ada trek begitu? Bukannya ini sudah di pinggir jalan besar di tengah kota? Saya tunggu oom Sugi jalan sambil mengucapkan selamat jalan dan hati-hati kepadanya. Saya masih penasaran. Mana sih trek tanjakan dan turunannya? Dan? Oalaaaaa.....! Oom Sugi, oom Sugi... Yang dimaksud beliau ternyata jembatan penyeberangan!!! Hahahaha!!!! Terima kasih atas pengalaman menariknya, oom Sugi! Salam hormat!